Di salah satu kursi penonton, tampak angkatan laut tadi sedang berada di sebelah kakek-kakek buta waktu itu, dan kemudian memberitahukan nama-nama yang tadi telah dicatat olehnya. "Hmmm, ayo pergi, nama mereka memang cukup terkenal." ucap lelaki buta itu dan kemudian mereka keluar dari bangunan kolesium itu.
Tak perlu waktu lama, merekapun sampai di luar gedung, "Lalu, apa yang harus kita lakukan? Ah, aku lupa, ini jubah anda." ucap angkatan laut itu sambil memberi si kakek-kakek buta sebuah jubah, yang tak lain adalah jubah seorang Admiral. Ya, ternyata kakek-kakek buta itu adalah Fujitora, admiral angkatan laut.
"Ayo minta sekitar tiga kapal perang untuk datang kemari." perintah kakek itu. "Dan pertama-tama, kita harus pergi menuju... Umm, apa itu namanya?" "Green Pit?" "Yah, kita akan pergi ke sana." ucap Fujitora. "Kemudian, panggil orang-orang dari tim medis, warga sipil mungkin saja akan terluka, kan. Aku ingin kau menghitung jumlah para penonton, juga populasi kota, dan negara ini."
"Eh? Apa itu perlu??"
"Sebelum menghitung jumlah musuh, kita harus menghitung jumlah orang yang harus kita lindungi, kan?" ucap Fujitora.
Sementara itu di sisi tim penyerahan Caesar, yang terdiri dari Law, Usopp, Robin, dan tentu saja Caesar, mereka berempat dengan pakaian samaran sedang berada di sebuah cafe yang ada di tempat terbuka, dan bertanya pada salah seorang pelayan cafe itu informasi mengenai Green Pit.
"Green Pit? Apa kalian peneliti atau semacam penjelajah? Aku sangat tidak menyarankan kalian pergi ke sana. Kecuali... kalian siap untuk kehilangan nyawa kalian." ucap pelayan itu. "Kusarankan sebaiknya kalian tak pergi ke tempat itu."
"Bukankah jembatan itu terlihat begitu kokoh?" tanya Robin. Dari tempat mereka duduk sekarang, terlihat sebuah jembatan yang menghubungkan tempat itu dengan Green Pit.
"Memang benar, jembatan itu kokoh, dan lagi terbuat dari besi. Tapi seperti yang kalian lihat, tak ada lagi yang menggunakan jembatan itu. Green Pit dikelilingi oleh ikan-ikan petarung yang berbahaya. Sebelum mereka muncul, orang-orang menggunakan jembatan itu untuk pergi ke sana, tapi itu cerita dua ratus tahun yang lalu."
"Shulololo, tuan... apa itu ikan petarung?" tanya Caesar. Kemudian pelayan tadi menjelaskan, "Mereka adalah spesies ikan ganas yang memiliki tanduk. Jika kalian ke sana menggunakan perahu, maka perahu kalian akan lenyap dalam sekejap. Itulah kenapa jembatan ini diperkuat dengan besi baja. Tapi ternyata, itu juga percuma."
"Percuma!? Maksudmu ikan-ikan itu bisa merobohkan besi!!?" tanya Usopp.
"Yah, kurasa hanya orang yang pernah lewat ke sana yang tahu hal itu. Tapi setahuku, sampai saat ini belum ada orang lewat yang bisa kembali secara hidup-hidup."
"Hah!!?" Usopp dan caesar kaget, ketakutan.
"Hei Torao!! Ayo ganti lokasi penyerahaannya!!!" pinta Usopp.
"Benar!! Pikirkan juga keselamatan orang yang akan diserahkan! Bodoh!!" bentak Caesar.
"Tidak. Kita sudah sampai sejauh ini, jadi tolong jangan meminta yang macam-macam." ucap Law, "Ngomong-ngomong, aku lebih mencemaskan keadaan kota ini. Bagaimana bisa warga kota ini tetap tenang setelah raja mereka melepaskan jabatannya secara tiba-tiba? Ini benar-benar berbeda dari apa yang kurencanakan..."
"Apa hal itu sebegitu pentingnya, hah!?" bentak Usopp.
Tiba-tiba Robin menutupi wajahnya dengan topi yang dipakainya. "Hm? Apa yang kau lakukan? Ro..." Usopp hendak bertanya, tapi kemudian Robin langsung memberi tanda agar dia diam.
Ternyata, Robin menyembunyikan diri karena baru saja sebuah kelompok pemerintah melewati tempat itu.
"CP-0? Kenapa mereka bisa ada di tempat seperti ini?" Law bertanya-tanya.
"A-apa mereka ada hubungannya dengan CP-9!?" Usopp juga bertanya-tanya.
"Mereka adalah Organisasi tingkat atas, dikatakan kalau tak ada hal baik yang terjadi saat mereka berada di suatu tempat." ucap Robin. "Benar sekali..." lanjut Law, yang membuat Usopp menjadi semakin takut saja.
Di sisi Zoro, pada akhirnya ia berhasil menangkap kembali pedangnya, namun ia harus meloncat dan atas sebuah gedung. "Sial!! Gyaah!!" Bruuuk. "Ukkh..." Zoro terjatuh. Dan tak hanya sekedar terjatuh, selanjutnya sebuah batu berukuran empat kali kepalanya menimpa wajah Zoro.
"Oh tidak... Ukhhh!!!!" wajah Zoropun memar. "Gawat, kalau begini bisa-bisa orang-orang melihatku... Aku harus segera pergi dari sini, atau orang-orang akan... ukhh..."
Selanjutnya : One Piece Chapter 705 bagian 3
0 komentar:
Posting Komentar