"Baik, ayo kita mulai dari perkampungan di sepanjang garis pantai ini. Kalau setelah mengecek semuanya, kita tak mendapat informasi apapun, berarti memang bukan di sini."
"Itu juga kalau penduduknya mau memberitahu kita informasi yang benar." ucap Killua. Kemudian, Killua berbisik pada Gon sambil melirik ke arah dua pemandu yang berada di kejauhan. "Mereka bilang kalau mereka ikut dengan kita untuk membantu berkomunikasi dengan warga lokal. Tapi, kelihatannya mereka disini untuk mengawasi kita."
"Itu bukan masalah." ucap Kaito. "Sejak awal, aku tak mengharapkan bantuan dari orang-orang di sini. Intuisiku mengatakan, kalau itu benar-benar ada di sini." lanjutnya.
Di sisi lain, di sebuah hutan, seorang lelaki bertubuh besar tampak tengah dihadang oleh manusia koala berjas. "Sebaiknya kau tidak mendekat, aku tak mau bertanggungjawab kalau sampai kau mati." ucap si manusia koala.
"Ma-mahluk rendahan!! Berani-beraninya kau memerintah manusia!!" bentak lelaki itu. "Mahluk rendahan? Manusia? Aku tidak mengerti, memang apa bedanya antara kau dan aku?" ucap manusia koala itu sambil meneguk minuman yang dibawanya.
"Diam kau!!!" lelaki tadi kesal dan kemudian menghantam kepala si manusia kepala dengan batang kayu besar yang dibawanya. Akan tetapi, yang hancur justru bongkahan kayu yang digunakannya untuk memukul.
"Hmmm, apa orangtuamu tak mengajarimu untuk menjawab pertanyaan seseorang?"
Wusshhh!!! manusia koala itu menembak dengan peluru dari air yang tadi diminumnya. Tepat mengenai kepala, dan kemudian lelaki itu tewas. "Di kehidupanmu yang akan datang, jadilah orang yang sopan." ucap si manusia koala.
"Ah... kau membunuhnya, ya?" ucap suatu suara. Dari bebatuan, tiba-tiba muncul sosok manusia bunglon. Mahluk itu memiliki kemampuan untuk berkamuflase, dan tampaknya sejak tadi ia sudah berada di sana.
"Bukankah menurut ratu tubuh orang yang sudah mati itu kurang lezat?"
"Yah, selama dibikin bakso dan disajikan kurang dari satu hari, kurasa tak masalah." ucap si manusia koala. "Manusia-manusia seperti ini membuatku kesal. Mereka tak mengerti posisi mereka. Aku rasa lebih baik mereka lari dan berteriak-teriak minta tolong."
"Bukankah bocah yang tadi berlari-lari itu kau bunuh juga?" ucap si manusia bunglon, menegaskan kalau si koala memang suka membunuh. "Kalau saja kau menyerahkannya padaku, aku akan mampu menangkap mangsa tanpa perlu banyak kekerasan. Saat tadi kau mengatakan, sebaiknya kau jangan mendekat, sebenarnya kau mengatakannya untukku, bukan? Untuk komandan divisimu..."
"Kau tak boleh terlalu sombong begitu." ucap si bunglon lagi. "Tidak semua bisa sesabar diriku. Dan kalau kau memang begitu menyukai membunuh, kenapa kau rak pindah saja ke divisi penyaji makanan?" lanjutnya dan kemudian menghilang di balik rimbunnya hutan.
"Tidak berguna." ucap si koala.
Di sarang semut Chimera, dua komandan divisi, manusia singa dan burung sedang membicarakan sesuatu. "Pasukan kita dibunuh?"
"Yah. Satunya dari divisiku, dan kalau tidak salah ada tiga dari divisi Zazan." jelas manusia singa. "Apa kau sudah memastikannya?" tanya manusia burung, hasil dari memakan anak kecil waktu itu. "Yah, sebenarnya aku kehilangan kontak dengan anak buahku itu, dan sampai sekarang dia belum kembali juga. Tapi kalau anak buah Zazan sudah bisa dipastikan, mayatnya sudah ditemukan. Dan kelihatannya, tengkorak mereka ditembus oleh sesuatu."
"Apa?? Benda apa yang bisa menembus tulang??"
"Mana kutahu, mungkin saja senjata buatan manusia." ucap manusia singa.
"Di mana tubuh mereka sekarang?"
"Peggy sedang mengotopsinya di lantai atas."
Di lantai atas, seorang berkepala burung, Peggy, sedang menyelidiki tiga tubuh semut chimera yang telah terbunuh. "Yang satu ini dibunuh menggunakan senapan. Hal itu bisa diketahui karena pelurunya berhasil ditemukan tertanam di tubuhnya. Tapi, aku tak yakin dengan yang di sana itu."
"Hmm, kepalanya juga berhasil ditembus..."
"Kau benar, tapi bukan dengan senapan." ucap Peggy. "Kami sudah mencoba menyelidikinya sebisa mungkin, tapi terbatasnya kemampuan berkomunikasi pasukan membuatnya sulit. Dia bilang manusia menyerang dengan menggunakan suatu pose tertentu, dan tanpa peluru manusia itu mampu menembak."
"Dan beberapa pasukan mampu merasakan kekuatan yang tak bisa dilihat, begitu kan?"
"Ya, dan pasukan itu mengkonfirmasi kalau manusia itu bisa menembak dengan semacam kekuatan. Kelihatannya, ada kelompok manusia yang memiliki kekuatan yang tak kita miliki."
"Huh, karena kita mewarisi darah manusia, kita juga pasti bisa menggunakannya. Selama itu kekuatan manusia." ucap si manusia bersayap. "Jadi, tak ada yang perlu dikhawatirkan." lanjutnya.
"Kelihatannya kau tak mengerti." ucap Peggy. "Selain kekuatan, manusia memiliki daya adaptasi dan mampu belajar dengan cepat. Kalau sampai mereka tahu kalau ratu kita adalah kelemahan kita, maka sebisa mungkin mereka akan mengincar untuk membunuh ratu."
"!!!" Manusia burung bersayap tampak marah. "kaulah yang tak mengerti." ucapnya. "Karena itulah, kita diberi kekuatan untuk melindunginya. Apa aku salah?"
"Ti-tidak, kau benar." ucap Peggy.
"Aku akan melindunginya. Aku harus melindunginya, Reina..." gumam mahluk bersayap itu. Secara tak sadar, ia masih menggumamkan nama adiknya dulu.
"Reina?" Peggy bertanya-tanya.
"Reina apa?" mahluk tadi tak sadar kalau tadi dia mengucapkannya.
"Tidak, barusan kau mengatakan Reina." ucap Peggy.
"Aku? bicara apa kau ini? kau pasti salah dengar."
"Mungkin juga..."
"yah, lupakan saja. Masalah terbesar kita sekarang adalah manusia yang memiliki senjata yang mampu membunuh pasukan kita itu."
"Apa yang akan kita lakukan?" tanya Peggy.
"Kita akan mengambil senjata-senjata itu dan kemudian menggunakannya untuk melawan mereka. Ayo kita buat mereka merasakan kekuatan mereka sendiri. Yang bisa menggunakan mesin memang hanya tentara sekelas kita. Tapi, manusia tak tahu itu. Setidaknya, itu akan membuat mereka terintimidasi."
"Kurasa kau bisa membuat strategi lebih baik daripada aku." ucap Peggy.
Di luar, semut chimera masih terus melakukan perburuan. Dan dari kejauhan, tampak suatu kelompok tengah mengah mengawasi mereka. Pemimpin dari kelompok itulah yang telah menyerang semut chimera, dialah oran yang dikatakan mampu menggunakan kekuatan khusus, yang tak lain adalah nen. Dia adalah Pokkuru, Hunter angkatan Gon. Dia datang bersama dengan Ponzu, dan dua hunter amatir.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Pokurru pada Ponzo yang tadi sempat diserang semut Chimera. "Ya, aku baik-baik saja." sahut Ponzu, si wanita lebah.
"Berbahaya...
Mahluk-mahluk ini...
Mereka terlalu berbahaya."
Bersambung ke Hunter x Hunter Chapter 190
0 komentar:
Posting Komentar