"Ah, itu Eren!!" para berandal tak takut. "Cih, mau cari masalah lagi ya, ayo kita bereskan dia!!" para berandal tadi bersiap. Tapi kemudian, ekspresi mereka berubah takut saat melihat kalau Eren tak datang sendirian, melainkan bersama dengan Mikasa.
"Eeh!? Dia bersama dengan Mikasa!!!" para berandal ketakutan dan kemudian berlari kabur.
"Lihat, mereka ketakutan saat aku datang!" ucap Eren, ia tak tahu kalau Mikasa ikut bersamanya. "Mereka itu takut dengan Mikasa." ucap Armin. Eren, Mikasa, dan Armin, mereka bertiga berteman.
"Apa kau baik-baik saja, Armin?" Eren mengulurkan tangannya.
"Aku..." air mata menggenang di mata Armin. "Aku bisa berdiri sendiri." ucapnya.
"Apa kau yakin?" Eren masih khawatir. Setelahnya, mereka duduk-duduk di pinggir sungai, sambil membicarakan masalah tadi. "Aku mengatakan pada mereka kalau manusia harus keluar suatu hari nanti.." ucap Armin. "Tapi, orang-orang malah memukuliku dan bilang kalau aku ini pembawa ajaran sesat.."
"Huh, orang-orang sialan, menganggap rendah seseorang hanya karena ingin keluar dinding..." Eren melempar batu ke sungai, sambil terus tak habis pikir.
"Selama seratus tahun, kita hidup damai di dalam dinding. Pemerintah melarang segala bentuk ketertarikan terhadap dunia luar karena menganggap itu berbahaya..." ucap Armin.
"Yah, raja kita memang bermental ayam." ucap Eren.
"Benar... tapi, apakah cuma itu alasannya?"
"Aku mau meresikokan hidupku atau tidak, itu bukan urusan mereka. Tak ada yang boleh menghentikanku." ucap Eren. "Kau tak boleh melakukannya." ucap Mikasa. "Tidak boleh." ucapnya lagi.
"Lalu kau juga, kenapa kau berkhianat hah? Kenapa kau memberitahukannya pada orang tuaku?" Eren masih kesal. "Aku tak pernah bilang kalau aku tak akan mengatakannya." ucap Mikasa. "Jadi, bagaimana pendapat orang tuamu?" tanya Armin. "Yah, negatif..." ucap Eren. "Sudah kuduga.." ucap Armin.
"Orang-orang puas dengan bisa hidup damai di balik dinding itu. Selama seratus tahun, dinding itu terus melindungi kita. Tapi, tak ada jaminan kalau dinding itu akan terus melindungi kita. Mungkin saja dinding itu hancur hari ini, dan..."
Saat itulah dunia seolah berguncang.
Gempa hebat terjadi, getaran yang begitu keras dan tiba-tiba. "!!!" Eren dan dua rekannya langsung bangun dari duduk mereka. "A-apa itu barusan!?" mereka bertanya-tanya. "Apa gempa bumi atau semacamnya!?"
Mereka lalu berlari, mengecek apa yang sebenarnya terjadi. Di jalan, orang-orang tampak panik dan berlarian. Eren dan yang lainnya semakin bingung, "Apa yang sebenarnya terjadi!!?"
Mereka terus berlari, sampai akhirnya tiba di sebuah tempat yang dari sana mereka bisa melihat sebuah asap tebal mengepul di puncak dinding. Dan kemudian, dari balik asap tebal tersebut, tampak sosok kepala raksasa...
"I-ini mustahil kan..."
"Di-dindingnya 50 meter..."
"Itu... Titan..."
Sesosok Titan yang ukurannya bahkan jauh lebih besar dari Titan-Titan biasanya muncul di balik dinding. Titan colosal, Titan yang penampilannya jauh berbeda dari Titan biasa. Sosok yang tanpa kulit, hanya berlapis otot-otot merah yang mengepulkan asap tebal...
Hari itu, umat manusia diingatkan kembali. Mereka tak pernah benar-benar bebas, umat manusia masih hidup di bawah ancaman para Titan. Dinding yang selama ini memberi mereka kedamaian hanyalah kurungan yang tak jauh beda dari kandang binatang.
Bersambung ke Shingeki no Kyojin Chapter 2
0 komentar:
Posting Komentar